Barang
dagangan anda tabu? Tapi ingin dapat dinikmati oleh berbagai penjuru?
Ambillah seorang pakar humas Yahudi dan anda dapat mewujudkannya.
Mungkin itu yang ada di benak George Washington Hill, Presiden American Tobbaco Company (ATC) yang
hampir patah arang mempopulerkan produk rokok khusus perempuan miliknya
pada tahun 1920-an. Ganjalan yang dihadapi ATC memang bukan murni
problematikanya. Sejak Abad 19 realitas perempuan merokok sama dengan
memancing stigma. Bahkan tahun 1908, seorang perempuan di New York
ditangkap karena menghisap tembakau di hadapan warga Amerika.
Adalah
Edward Bernays (1891-1995), Bapak Humas Dunia yang juga seorang Yahudi
tulen sekaligus kemenakan Sigmund Freud yang berhasil membalikkan itu
semua. Hal ini bermula ketika George Washington mengaduh. Ia meminta
Bernays memecahkan problematikanya. Bernays pun merasa iba. Yahudi itu
mengaku tersentuh melihat Washington kehilangan para perempuan yang
menjadi pelanggan produknya.
Seperti dikutip Majalah Historia, Bernays
segera mengunjungi temannya, seorang psikolog A.A. Brill, yang juga
pengagum teori-teori Freud. Bernays dan Brill mendiskusikan masalah yang
dihadapi ATC.
“Menurut
Brill, yang menjadi alasan utama perempuan tak merokok adalah alam
bawah sadar mereka mengasosiasikan rokok dengan alat kelamin laki-laki,
yang merepresentasikan kekuatan seksual laki-laki,” tulis Jonathan Gabay
dalam Soul Traders.Alam
bawah sadar memang salah satu karaketristik teori psikoanalisis Freud
bahwa hampir 90 % tindak tanduk manusia didorong oleh bawah sadarnya.
Brill menulis, sebagaimana dikutip Bernays dalam The Engineering of Concent:
“Beberapa perempuan menganggap rokok merupakan simbol kebebasan... Saat
ini banyak perempuan melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki...
Rokok, yang diasosiasikan dengan laki-laki, merupakan obor lambang
kebebasan.”
Konsep
“obor kebebasan” bergema dalam benak Bernays. Yang harus dia lakukan
adalah menemukan waktu dan tempat yang tepat untuk menyebarkan “obor
kebebasan” itu ke seluruh dunia. Bernays mendapatkannya ketika kota New
York menggelar Parade Paskah pada 1929, sebuah acara yang selalu mencuri
perhatian publik.
Bernays
menghubungi media. Dia mempersiapkan sepuluh perempuan yang disebut
“Kontingen Obor Kebebasan”. Saat pertunjukkan, para perempuan itu
mengelilingi Lucky Strike, membawa rokok yang disembunyikan di pakaian
mereka dan kemudian, dengan pongah, menyulut rokok di depan publik.
Foto-foto yang menunjukkan para pemberontak muda penuh glamor tengah
mengisap “Obor Kebebasan” menjadi headline di berbagai media di dunia.
“Ketabuan telah dihancurkan. Pengahalang-penghalang telah diruntuhkan. Para perempuan mulai membeli rokok-rokok American Tobacco Company.
Tak lama setelah acara itu, beberapa perempuan bahkan meminta agar
dapat menjadi anggota klub merokok, yang seluruh anggotanya laki-laki,”
tulis Gabay.
Berkat keberhasilan mempopulerkan barang haram tersebut, nama Bernays semakin berkibar. James Sandorlini dari Chicago Media Watch dalam tulisannya “Propaganda: The Art of War”,
menjelaskan bahwa Bernays telah menjalankan propaganda secara serius
dengan mengabungkan psikologi individu dan sosial, opini publik,
persuasi politik dan trik-trik marketing untuk menjalankan suatu hal
yang tadinya ilusi menjadi kenyataan.
Bahkan
hingga kini rokok menjadi hal yang tidak lagi tabu dan jamak dikonsumi
para perempuan. Di Indonesia, fenomenanya lebih sadis lagi. Rokok bukan
saja lekat kepada wanita tapi juga ulama. Masih ingat dalam benak awak
media, ucapan KH. Kholil Ridwan dalam deklarasi MIUMI baru-baru ini.
Beliau mengatakan ada dua jenis ulama di Indonesia, ulama yang tidak
merokok dan ulama yang merokok. Bahkan untuk menentukan fatwa haram
rokok di Indonesia masih terjadi silang sengketa.
Menariknya,
di Israel, kaum Yahudi melarang warganya mengkonsumsi rokok. Negara
Singapura sebagai Negara dengan komunitas Yahudi terbesar di Asia
Tenggara pun memperlakukan para perokok sebagai warga negara kelas dua.
Semua yang berhubungan dengan perokok akan dipersulit oleh
pemerintahnya. Harga rokok 1 pak di Singapura adalah 7 US Dollar
bandingkan dengan Indonesia yang hanya berharga 70 sen US Dollar.
Pemerintah Singapura menganut apa yang telah dilakukan oleh peneliti
Israel, bahwa nikotin hanya akan menghasilkan generasi yang “Bodoh” dan
“Dungu”.
Padahal
Yahudi adalah salah satu produsen rokok terbesar di dunia. Tak heran,
Philip Morris, pabrik rokok terbesar di Amerika menyumbangkan 12% dari
keuntungan bersihnya ke Israel. Jadi malang betul nasib umat Islam:
Yahudi yang menciptakan rokok, kita yang menghisapnya. Mati pula. (Pz)
SUMBER: http://moslem-eagle.blogspot.com/2012/03/orang-yahudi-yang-kampanyekan-perempuan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar